Senin, 11 Mei 2009

resume buku

RESUME

Judul Buku : GURU dan ANAK DIDIK dalam Interaksi Edukatif

Pencipta : Drs. Syaiful Bahri Djamarah

Cetakan : Pertama, Februari 2000

Tebal Buku : 302 halaman

Penerbit : PT. RINEKA CIPTA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Guru–Anak Didik sebagai Dwitunggal

Guru adalah unsur manusiawi dalam pendidikan. Guru adalah figur manusia sumber yang menempati posisi dan memegang peranan penting dalam pendidikan. Ketika semua orang mempersoalkan masalah dunia pendidikan, figur guru mesti terlibat dalam rangka pembicaraan, terutama yang menyangkut persoalan pendidikan formal di sekolah. Di sekolah, guru hadir untuk mengabdikan diri kepada umat manusia dalam hal ini anak didik. Negara menuntut generasinya yang memerlukan pembinaan dan bimbingan dari guru. Guru dengan sejumlah buku yang terselip di pinggang datang ke sekolah di waktu pagi hingga petang, sampai waktu mengajar anak didik yang sudah menantikannya untuk diberikan pelajaran. Anak didik pada waktu itu haus akan ilmu pengetahuan dan siap untuk menerimanya dari guru. Ketika itu guru sangat bearti bagi anak didik. Kehadiran seorang guru di kelas merupakan kebahagiaan bagi mereka. Apalagi bila figur guru itu sangat disenangi oleh mereka.

Guru dan anak didik adalah dua sosok manusia yang tidak dapat dipisahkan dari dunia pendidikan. Boleh jadi, di mana guru di situ ada anak didik yang ingin belajar dari guru. Sebaliknya di situ ada anak didik di sana ada guru yang inginmemberikan binaan dan bimbingan kepada anak didik. Guru dengan ikhlas memberikan apa yang diinginkan oleh anak didiknya. Tidak ada sedikit pun dalam benak guru terlintas negatif untuk tidak mendidik anak didiknya, meskipun barangkali sejuta permasalahan sedang merongrong kehidupan seorang guru.

Menjadi guru berdasarkan tuntutan pekerjaan adalah suatu perbuatan yang mudah, tetapi menjadi guru berdasarkan panggilan jiwa atau tuntutan hati nurani adalah tidak mudah, karena kepadanya lebih banyak tuntutan suatu pengabdian kepada anak didik dari pada karena tuntutan pekerjaan dan material oriented. Guru yang mendasarkan pengabdiannya karena panggilan jiwa merasa jiwanya lebih dekat dengan anak didiknya. Ketiadaan anak didiknya di kelas menjadi pemikirannya, kenapa anak didiknya tidak hadir di kelas, apa yang menyebabkannya, dan berbagai pertanyaan yang mungkin guru ajukan ketika itu.

Uraian di atas adalah gambaran figur guru dengan segala kemuliaanya, yang mengabdikan diri berdasarkan panggilan jiwa, bukan karena pekerjaan sampingan. Oleh karena itu, wajarlah bila dikatakan bahwaguru adalah cerminan pribadi yang mulia. Figur guru yang demikian itulah yang diharapkan dari siapa pun yang ingin menerjunkan dirinya ke dalam dunia pendidikan di sekolah. Figur guru yang mulia adalah sosok guru dengan rela hati menyisihkan waktunya demi kepentingan anak didik, demi membimbing anak didik, mendengarkan keluhan ank didik, menasihati anak didik, membantu kesulitan anak didik dalam segala hal yang bias menghambat aktivitas belajarnya, merasa kedukaan anak didik, bersama – sama dengan anak didk pada waktu senggang, berbicara dan bersendagurau di sekolah, di luar jam kegiatan interaksi edukatif di kelas, jarak dengan anak didik.

Akhirnya, guru dan anak didik adalah dwitunggal. Kemuliaan guru tercermin pada pengabdiannya kepada anak didik dalam interaksi edukatif di sekolah dan di luar sekolah.

B. Guru Mitra Anak Didik dalam Kebaikan

Di sekolah, guru adalah orang tua kedua bagi anak didik. Sebagai orang tua, guru harus menganggapnya sebagai anak didk, bukan menganggapnya sebagai “peserta didik”. Istilah peserta didik lebih pas diberikan kepada mereka yang mengikuti kegiatan–kegiatan latihan dan pendidikan yang waktunya relative singkat, yakni sebulan atau tiga bulan atau bahkan mingguan. Misalnya seperti kursus–kursus kilat. Penyebutan istilah anak didik lebih pas dignakan sebagai mitra guru di sekolah. Guru adalah orang tua. Anak didik adalah anak. Orang tua dan anak adalah sosok insane yang diikat oleh tali jiwa. Belaian kasih dan sayang adalah naluri jiwa orang tua yang sangat diharapkan oleh anak, sama halnya belaian kasih dan sayang seorang guru kepada anak didiknya.

Ketika guru hadir bersama–sama anak didik di sekolah. Di dalam jiwanya seharusnya sudah tertanam niat untk mendidik anak didik agar menjadi orang yang berilmu pengetahuan, mempunyai sikap dan watak yang baik, yang cakap dan terampil, bersusila dan berakhlak mulia. Kebaikan seorang guru tercermin dari kepribadiannya dalam bersikap dan berbuat, tidak saja ketika ke sekolah, tetapi juga di luar sekolah. Guru memang harus menyadari bahwa dirinya adalah figure yang diteladani oleh semua pihak, terutama oleh anak didiknya di sekolah. Guru adalah bapak rohani bagi anak didiknya. Di sini tugas dan tanggung jawab guru adalah meluruskan tingkah laku dan perbuatan anak didik yang kurang baik, yang dibawanya dari lingkungan keluarga dan masyarakat.

Pendidikan rohani untuk membentuk kepribadian anak didik lebih dipentingkan. Anak didik yang berilmu dan berketerampilan belum tentu berakhlah mulia. Kegiatan proses belajar mengajar tidak lain adalah menanamkan sejumlah norma ke dalam iwa anak didik. Itulah sebabnya kegiatan ini dipakai istilah Proses Interaksi Edukatif. Semua norma yang diyakini mengandung kebaikan perlu ditanamkan ke dalam jiwa anak didik berada dalam suatu relasi kejiwaan. Interaksi Guru dan Anak Didik terjadi karena dalam suatu relasi kejiwaan. Interaksi antara guru dan anak didik terjadi karena saling membutuhkan. Anak didik ingin belajar dengan menimba sejumlah ilmu dari guru dan guru ingin membina anak didik dengan memberikan sejumlah ilmu kepada anak didik yang membutuhkan. Keduanya mempunyai kesamaan langkah dan tujuan, yakni kebaikan. Maka tepatlah bila dikatakan bahwa “guru mitra anak didik dalam kebaikan”.

C. Pendekatan yang Diharapkan dari Guru

Dalam interaksi edukatif yang berlangsung telah terjadi interaksi yang bertujuan. Guru dan anak didiklah yang menggerakkannya. Interaksi edukatif yang bertujuan itu disebabkan gurulah yang memaknainya dengan menciptakan lingkungan yang bernilai edukatif demi kepentingan anak didik dalam belajar. Guru ingin memberikan layanan yang terbaik kepada anak didik, dengan menyediakan lingkungan yang menyenangkan dan menggairahkan. Guru berusaha menjadi pembimbing yang baik dengan peranan yang arif dan bijaksana, sehingga tercipta hubungan dua arah yang harmonis anatara guru dengan anak didik.

Ketika interaksi edukatif itu berproses, guru harus dengan ikhlas dalam bersikap dan berbuat dan mau memahami anak didiknya dengan segala konsekuensinya. Dalam memgajar, guru harus pandai menggunakanpendekatan secara arif dan bijaksana, bukan sembarangan yang bisa merugikan anak didik. Pandanagn guru terhadap anak ddidik akan menentukan sikap dan perbuatan. Setiap guru tidak selalu , mempunyai pandangan pendekatan yang guru ambil dalam pengajaran.

Guru yang memandang anak didik sebagai pribadi yang berbeda dengan anak didik lainnya berbeda dengan guru yang memandang anak didik sebagai makhluk yang sama dan tidak ada perbedaan dalam segala hal.sebaiknya guru memandang anak didik sebagai makhluk individu dengan segala perbedaannya, sehingga mudah melakukan pendekatan dalam pengajaran. Ada beberapa pendekatan yang diajukan dalam pembicaraan ini dengan harapan dapat membantu guru dalam memecahkan berbagai permasalahan dalam interaksi edukatif. Demi jelasnya ikutilah uraian berikut.

1. Pendekatan Individual

Di kelas ada sekelompok anak didik dengan prilaku yang bermacam – macam. Dari cara mengemukakan pendapat, cara berpakaian, cara serap, tingkat kecerdasan, dan sebagainya selalu ada variasinya. Masing – masing anak didik memang mempunyai karakteristik tersendiri yang berbeda dari anak didik lainnya.

Perbedaan individu anak didik tersebut memberikan wawasan kepada guru, bahwa strategi pengajaran harus memperhatikan perbedaan anak didik pada aspek individu. Pendekatan individu mempunyai arti penting bagi kepentingan pengajaran. Pengelolaan kelas sangat memerlukan pendekatan individual ini. Persoalan kesulitan belajar anak didik mudah dipecahkan dengan menggunakan pendekatan individu, walaupun suatu saat pendekatan kelompok diperlukan.

2. Pendekatan Kelompok

Dalam pengajaran terkadang ada juga guru yang menggunakan pendekatan lain, yakni pendekatan kelompok. Pendekatan kelompok memang suatu waktu diperlukan dan digunakan untuk membina dan mengembangkan sikap social anak didik. Hal ini didasari, bahwa anak didik adalah sejenis makhluk homo socius, yakni makhluk yang berkecendrungan untuk hidup bersama.

Dengan pendekatan kelompok diharapkan dapat ditumbuhkan dan dikembangkan rasa sosisl yang tinggi pada diri setiap anak didik. Mereka dibina untuk mengendalikan rasa egoism dalam diri mereka masing – masing, sehingga terbina sikap kesetiakawanan. Anak didik yang dibiasakan hidup besama, bekerja sama dalam kelompok akan menyadari bahwa dirinya ada kekurangan dan kelebihan. Yang mempunyai kelebihan denag ikhlas mau membantu yang memiliki kekurangan. Dalam pengelolaan kelas, terutama yang berhubungan dengan penempatan anak didik, pendekatan kelompok sanagt diperlukan. Perbedaan individu anak didik pada apek biologis, intektual, dan psikologis dijadikan sebagai pijakan dalam melakukan pendekatan kelompok.

3. Pendekatan Bervariasi

Dalam belajar anak didik mempunyai motivasi yang berbeda. Pada satu saat anak didik memilki motivasi yang rendah, tetapi pada saat lain anak didik mempunyai motivasi tinggi. Anak didik yang satu bergairah dan anak didik lain kurang bergairah belajar. Sementara sebagian besar anak didik belajar, satu atau dua orang anak didik tidak ikut belajar. Mereka duduk dan berbicang – bincang mengenai hal lain yang lepas dari masalah pelajaran.

Dalam mengjar, guru yang hanya menggunakan satu metode biasanya sukar menciptakan suasana kelas yang kondusif. Metode yang hanya satu-satunya dipegunakan tidak dapat diperankan karena memang gangguan itu berpangkal dari kelemahan metode tersebut. Karena itu, dalam mengajar kebanyakan guru menggunakan beberapa metode dan jarang sekali memakai satu metode.

Berbagai masalah pengajaran yang dikemukakan di atas dapat diperkecil dengan penggunaan pendekatan bervariasi. Pendekatan bervariasi bertolak dari konsep bahwa permasalahan yang dihadapi oleh setiap anak didik belajar bermacam–macam. Kasus ini biasanya dengan berbagai motif, sehingga diperlukan variasi teknik pemecahan untuk setiap kasus. Maka untuk kepentingan pengajaran.

4. Pendekatan Edukatif

Apa pun yang guru lakukan dan gunakan dalam pendidikan dan penhajaran bertujuan untuk mendidik, bukan karena motif–motif lain. Dalam mendidik,guru kurang arif dan bijaksana bila menggunakan kekuasaan, karena hal itu bisa merugikan pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak didik. Pendekatan yang benar bagi seorang guru adalah dengan melalukan pendekatan edukatif. Setiap tindakan sikap dan perbuatan yang guru lakukan harus bernilai pendidikan, dengan tujuna untuk anak didik agar mengahargai norma hokum, norma susila, norma moral, norma social dan norma agama.

Guru yang hanya mengajar di kelas belum dapat menjamin terbentuknya kepribadian anak didik yang berakhlak mulia. Demikian juga halnya guru yang mengambil jarak dengan anak didik. Sikap guru yang tidak mau tahu masalah yang dirasakan anak didik akan menciptakan anak yang introvert (tertutup). Kerawanan hubungan guru dengan anak didik disebabkan komunikasi antara guru dengan anak didik kurang berjalan harmonis. Kerawanan hubungan ini menjadi kendala bagi guru untuk melakukan pendekatan edukatif kepada anak didik yang bermasalah.

BAB II

PEMAHAMAN AWAL MENGENAI

INTERAKSI EDUKATIF

A. Makna Inderaksi Edukatif

Sebagai makhluk social, manusia dalam kehidupan membutuhkan hubungan dengan manusia lain. Hubungan itu terjadi karena manusia menghajatkan manusia lainnya, ketika sesuatu yang akan dilakukan tidak dapat dikerjakan seorang diri. Kebutuhan yang berbeda–beda dan karena saling membutuhkan,membuat manusia cenderung untuk melayani kebutuhan manusia lainnya selain demi kepentingan pribadi.

Kecenderungan manusia untuk berhbungan melahirkan komunikasi dua arah melalui bahasa yang mengandung tindakan dan perbuatan. Karena ada aksi dan reaksi, maka interaksi pun terjadi. Karena itu, interaksi akan berlangsung bila ada hubungan timbal balik antara dua orang atau lebih.

Proses interaksi edukatif adalah suatu proses yang mengandung sejumlah norma. Semua norma itulah yang harus guru transfer kepada anak didik. Karena itu, wajarlah bila interaksi edukatif tidak berproses dalam kehampaan, tetapi dalam penuh makna. Interaksi edukatif sebagai jembatan yang menghidupkan persenyawaan antara pengetahuan dan perbuatan, yang mengantarkan kepada tingkah laku sesuai dengan pengetahuan yang diterima anak didik.

B. Interaksi Belajar Mengajar sebagai Interaksi Edukatif

Belajar mengajar adalah sebuah interaksi yang bernilai normative. Belajar mengajar adalah suatu proses yang dilakukan dengan sadar dan bertujuan. Tujuan adalah sebagai pedoman kea rah mana akan dibawa proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar akan berhasil bila hasilnya mamapu membawa perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap dalam diri anak didik.

Interaksi belajar mengajar dikatakan bernilai normative karena di dalamnya ada sejumlah nilai. Dalam interaksi edukatif terjadi proses interaksi edukatif bila hanya satu unsur yang aktif. Aktif dalam arti sikap, mental, dan perbuatan. Dalam system pengajaran denagn pendekatan keterampilan proses, anak didik harus lebih aktif dari pada guru. Guru hanya bertindak sebagai pembimbingan dan fasilitator.

Ada tiga pola komunikasi antara guru dan anak didik dalam proses interaksi edukatif, yakni komunikasi sebagai aksi, komunikasi sebagai interaksi, dan komunikasi sebagai pelajaran. Komunikasi sebagai aksi atau komunikasi satu arah menempatkan guru sebagai pemberi akasi dan anak didik sebagai penerima aksi. Guru aktif, dan anak didik pasif. Mengajar dipandang sebagai kegiatan menyampaikan bahan pelajaran. Dalam komunikasi sebagai interaski atau komunikasi dua arah., guru berperan sebagai pemberi aksi atau penerima aksi. Demikianlah pula halnya anak didik, bisa sebagai penerima aksi, bisa pila sebagai pemberi aksi. Antara guru dan anak didik akan terjadi dialog. Dalam komunikasi sebagai transaksi atau komunikasi banyak arah, komunikasi tidak hanya terjadi antara guru dan anak didik. Anak didik dituntut lebih aktif dari pada guru, seperti halnya guru, dapat berfungsi sebagai sumber belajar bagi anak didik lain.

C. Ciri–ciri Interaksi Edukatif

Sebagai interaksi yang benilai normative, maka interaksi edukatif mempunyai ciri–ciri sebagai berikut :

a. Interaksi edukatif mempunyai tujuan

Tujuan dalam interaksi edukatif adalah untuk membantu anak didik dalam suatu perkembangan tertentu.

b. Mempunyai prosedur yang direncanakan untuk penggarapan materi khusus

Agar dapat mencapai tujuan secara optimal, maka dalam melakukan interaksi perlu ada prosdur atau langkah–langkah sistematik atau relevan.

c. Interaksi edukatif ditandai dengan penggarapan materi khusus

Dalam hal materi harus didesain sedemikian rupa, sehingga cocok untuk mencapai tujuan.

d. Ditandai dengan aktivitas anak didik

Sebagai konsekuensi, bahwa anak didik merupakan sentral, maka aktivitas anak didik merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya interaksi edukatif.

e. Guru berperan sebagai pembimbing

Dalam perannya sebagai pembimbing, guru harus berusaha menghidupkan dan memberikan motivasi agar terjadi prosesinteraksi edukatif yang kondusif.

f. Interaksi edukatif membutuhkan disiplin

Disiplin dalam interaksi edukatif diartikan sebagai suatu pola tingkah laku yang diatur menuntut ketentuan yang sudah ditaati dengan sadar oleh pihak guru maupun pihak anak didik.

g. Mempunyai batas waktu

Untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam system berkelas (kelompok anak didik), batas waktu menjadi salah satu ciri yang tidak bisa ditinggalkan.

h. Diakhiri dengan evaluasi

Dari seluruh kegiatan tersebut, masalah evaluasi merupakan bagian penting yang tidak bisa diabaikan.

i. Komponen – komponen Interaksi Edukatif

Sebagai suatu system tentu saja interksi edukatif mengandung sejumlah komponen yang meliputi tujuan, bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat, sumber, dan evaluasi.

1. Tujuan

Kegiatan interaksi edukatif tindaklah dilakukan secara serampangan dan diluar kesadaran. Kegiatan interaksi edukatif adalah suatau kegiatan yang secara sadar dilakukan oleh guru. Atas dasar kesadaran itulah guru melakukan kegiatan pembuatan program pengajaran, dengan prosedur dan langkah–langkah yang sistematik.

Di dalam tujuan pembelajaran terhimpun sejumlah norma yang akan ditanamkan ke dalam diri setiap anak didik. Tercapai tidaknya tujuan pembelajaran dapat diketahui dari penguasaan anak didik terhadap bahan yang diberikan selama kegiatan interaksi edukatif berlangsung.

2. Bahan Pembelajaran

Bahan adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses interaksi edukatif. Tanpa bahan pelajaran proses interaksi edukatif tidak akan berjalan. Bahan pelajaran mutlak harus dikuasai guru dengan baik. Ada dua permasalahan dalam penguasaan bahan pelajaran ini., yakni penguasaan bahan pelajaran pokok dan bahan pelajaran pelengkap. Bahan pelajaran pokok adalah bahan pelajaran yang menyagkut mata pelajaran yang dipegang guru sesuai dengan profesinya.

Sedangkan bahan pelajaran pelengkap atau penunjang adalah bahan pelajaran yang dapat membuka wawasan guru agar dalam mengajar dapat menunjang penyampaian bahan pelajaran pokok. Pemakaian bahan pelajaran penunjang ini harus sesuai dengan bahan pelajaran pokok yang dipegang oleh guru agar dapat memberikan motivasi kepada sebagai atau semua anak didik.

3. Kegiatan Belajar Mengajar

Kegiatan belajarmengajar adalah inti kegiatan dalam pendidikan. Segala sesuatau yang telah diprogramkan akan dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar. Semua komponen –pengajaran akan berproses di dalamnya. Komponen inti yakni manusiawi, guru, dan anak didik melakukan kegiatan dengan tugas dan tanggung jawab dalam kebersamaanberlandaskan interaksi normative untuk bersama – sama mencapai tujuan pembelajaran.

Dalam pengelolaan pengajaran dan pengelolaab kelas yang perlu diperhatikan oleh guru adalah perbedaan anak didik pada aspek biologis, intelektual, dan psikologis. Tinjauan padakegiatan ketiga aspek ini akan membantu dalam menentukan pengelompokkan anak didikdi kelas. Di sini tentu saja aktivitas optimal belajar di dalam kelas. Dengan demikian, kegiatan belajar mengajar apa pun bentuknya sangat ditentukan dari baik tidaknya program pengajaran yang telah direncanakan dan akan mempengaruhi tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

4. Metode

Metode adalah suatu cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru guna kepentingan pembelajaran. Dalam melaksanakan tugas guru sangat jarang menggunakan satu metode, tetapi selalu memakai lebih dari satu metode.

Sebagai seorang guru tentu saja tidak boleh lengah bahwa ada beberapa hal yang patut diperhatikan dalam penggunaan metode. Perhatian diarahkan pada pemahaman bahwa ada beberapa factor yang dapat mempengaruhi penggunaan metode mengajar yaitu tujuan yang berbagai jenis dan fungsinya, anak didik dengan berbagai tingkat kematangannya, situasi dengan berbagai keadaanya, fasilitas dengan berbagai kualitas dan kuantitasnya, serta pribadi guru dengan kemampuan profesionalnya yang berbeda–beda.

5. Alat

Alat adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan dalam mencapai tujuan, alat tidak hanya sebagai pelengkap, tetapi juga sebagai pembantu mempermudah usaha mencapai tujuan. Dalam kegiatan interaksi edukatif biasanya dipergunakan alat nonmaterial dan alat material. Alat nonmaterial berupa suruhan, perintah, larangan, nasihat, dan sebagainya. Sedangkan alat material atau alat bantu pengajaran berupa globe, papan tulis, batu kapur, gambar, diagram, lukisan, slide, video, dan sebagainya.

Alat material termasuk alat bantu audiovisualb di dalamnya. Penggunaan alat bantu audiovisual dalam proses interaski edukatif.

6. Sumber Pelajaran

Interaksi edukatif tidaklah berproses dalam kehampaan, tetapi ia berproses dalam kemaknaan. Di dalamnya ada sejumlah nilai yang disampaikan kepada anak didik. Sumber belajar sesungguhnya banyak sekali, ada di mana-mana: sekolah, di halaman, di pusat kota, di pedesaan, dan sebagainya.

7. Evaluasi

Evaluasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan data tentang sejauh mana keberhasilan anak didik dalam belajar dan keberhasilan guru dalam mengajar. Pelaksanaan evaluasi dilakukan oleh guru dengan memakai seperangkat instrument penggali data seperti tes perbuatan, tes tertulis dan tes lisan.

Dari konsepsi tersebut, maka tujuan evaluasi adalh untuk mengumpulkan data–data yang membuktikan taraf kemajuan anak didik dalam mencapai tujuan yang diharapkan, memungkinkan guru menilai aktivitas/pengalaman yang didapat, dan menilai metode mengajar yang dipergunakan.

BAB III

TUJUAN DALAM RANGKA INTERAKSI EDUKATIF

A. Landasan Pendidikan dan Pengajaran di Indonesia

Pendidikan adalah usaha sadar dan bertujuan untuk mengembangkan kualitas manusia. Sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan, maka dalampelaksanaannya berada dalam suatu proses yang berkesinambungan dalam setiap jenis dan jenjangnya pendidikan. Semuanya berkaitan dalam suatu system pendidikan yang integral. Pendidikan sebagai suatu system, tidak lain dari suatu totalitas fungsional yang terarah pada suatu tujuan. Setiap subsistem yang ada dalam system tersusun dan tidak dapat dipisahkan dari rangkaian unsur–unsur atau komponen–komponen yang berhubungan secara dinamis dalam suatu kesatuan.

Tujuan pendidikan nasional yang telah dirumuskan itu berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pancasila sebagai landasan idiil dan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional. Dalam UUD 1945 Bab XIII, Pasal 31 disebutkan bahwa (1) Tiap–tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran: (2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pengajaran nasional yang diatur dengan undang–undang.

Dalam GBHN telah dirumuskan berbagai kebijakan kependidikan, yang ditanggani Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dengan kebijakan itu kegiatan pendidikan dapat diketahui dengan jelas dan pasti. Dan kurikulum sekolah pun harus mengacu ke sana. Untuk itu isi kurikulum yang diprogramkan harus sejalan dengan GBHN sebagai pola umum pembangunan nasional Indonesia.

Dalam pendidikan Indonesia yang berdasarkan pendidikan semur hidup, semuamateri pelajaran harus diprogramkan secara sistematis dan rencana dalam setiap jenis dan jenjang pendidikan untuk mengembangkan kepribadian bangsa, membina kewarganegaraan, serta memelihara dan mengembangkan budaya bangsa. Fungsi pendidikan ini harus betul–betul diperhatikan dalam rangka perencanaan tujuan pendidikan nasional.

Guru sebagai unsur manusiawi dalam pendidikan dan sebagai orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik harus betul–betul memahami kebijakan–kebijakan pendidikan tersebut. Dengan pemahaman itu guru memiliki landasan berpihak dalam melaksanakan tugas di bidang pendidikan. Selain itu juga untuk menghindari penyimpangan dari pendekatan edukatif.

B. Hierarki Tujuan Pendidikan dan Pengajaran

Tujuan pendidikan nasional merupakan pedoman umum bagi pelaksanaan pendidikan dalam jenis dan jenjang pendidikan. Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, diperlukan tujuan lainnya selain sebagai tujuan bawahannya. Dengan kata lain, tujuan pendidikan nasional masih memerlukan tjuan yang lebih khusus sebagai perantara untuk mencapainya.

Tujuan pendidikan dan pengajaran dapat dibedakan menurut luas dan sempitnya isi atau menurut jauh dan dekatnya waktu yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.

1. Tujuan Pendidikan Nasional

Tujuan pendidikan nasional disebut juga tujuan umum, adalah tujuan pendidikan yang ingin dicapai pada tingkat nasional. Untuk Negara Indonesia, tujuan pendidikan nasional tercantum dalam UUD RI No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab II, Pasal 4, yang berbunyi: “Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.

Tujuan umum inilah yang dijadikan dasar dan pedoman bagi penyusunan kurikulim untuk semua lembaga pendidikan, mulai dari taman kanak–kanak samapi perguruan tinggi.

2. Tujuan Instituional

Tujuan institusional merupakan tujuan pendidikan yang ingin dicapai pada tingkat lembaga pendidikan. Tujuan ini disesuaikan dengan jenis dan tingkatan sekolah masing–masing. Tujuan ini tercantum dalam kurikulum sekolah/lembaga pendidikan dan menggambarkan secara umum anak didik yang dihasilkan setelah anak didik menyelesaikan belajarnya di suatu sekolah.

3. Tujuan Kurikuler

Tujuan kurikuler disebut juga tujuan kurikulum yaitu tujuan yang ingin dicapai pada tingkat mata pelajaran atau bidang–bidang studi. Tujuan ini biasanya diperinci menurut mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran untuk suatu sekolah tetentu.

4. Tujuan Instruksional

Tujuan instruksional atau tujuan pembelajaran adalah tujuan pendidikan yang ingin dicapai pada tingkat pengajaran. Hasil pencapaiannya berwujud anak didik yang secara bertahapterbentuk wataknya, kemampuan berpikir, dan keterampilan teknologinya.

C. Arti Penting Tujuan dalam Interaksi Edukatif

Dalam rangka interaksi edukatif, tujuan mempunyai arti penting, sebab tanpa tujuan, kegiatan yang telah dilakukan akan kurang bermakna. Bahkan akan membuang–buang waktu dan tenaga dengan sia–sia. Karena itu, tujuan menempati posisi yang penting dalam semua aktivitass, apalagi dalam interaksi edukatif, tujuan dapat memberikan arah kegiatan yang jelas.

Penyeleksian bahan pengajaran harus sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Bila bahan pengajaran bertentangan dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka sia–sialah kegiatan interaksi edukatif yang dilaksanakan.

Jadi, tujuan menempati posisi yang strategis dalam kegiatan interaksi edukatif. Nilai strategis itu adalah bahwa tujuan dapat memberikan arah kegiatan interaksi edukatif, membantu memudahkan menyeleksi bahan pengajaran yang akan disampaikan, memudahkan menyeleksi metode yang digunakan, memudahkan menyeleksi media dan alat bantu pengajaran.

D. Tujuan dan Kepribadian Anak Didik

Tujuan sebagai pemberi arah yang jelas terhadap kegiatan pendidikan dan pengajaran. Tujuan merupakan suatu cita, anak didik macam apa yang harus dibentuk melalui lembaga pendidikan persekolahan. Dengan demikian setiap sekolah memiliki perangkat pendidikan dan pengajaran lainnya harus dipersiapkan untuk membantu pencapaian tujuan tersebut.

Setiap Negara mempunyai tujuan pendidikan dan pengajaran Pemerintah Indonesia telah menggariskan dasar–dasar dan tujuan pendidikan dan pengajarannya dalam Undang–undang Nomor 12 Tahun 1945, terutama Pasal 3 dan 4 yang berbunyi :

Pasal 3: Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.

Pasal 4: Pendidikan dan pengajaran berdasarkan atasa asas–asas yang termaktub dalam Pancasila, Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia, dan atas kebudayaan kebangsaan Indonesia.

Guru sebaiknya menyadari bahwa kesusilaan bukan hanya berarti tingkah laku yang sopan santun, bertindak dengan lemah lembut, taat dan berbakti kepada orang tua saja, seperti umumnya diartikan orang tetapi lebih luas lagi dari itu, cinta bangsa dan sesame manusia, mengabdi kepada rakyat dan Negara, berkemanusiaan, dan sebagainya.

BAB IV

KEDUDUKAN GURU

A. Makna Guru

Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat–tempat tertentu, meski tidak di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di mesjid, di surau atau musalah, di rumah dan sebagainya.

Guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab untuk membimbing dan membina anak didik, baik secara individual maupun klasikal, di sekolah maupun di luar sekolah.

B. Persyaratan Guru

Dengan kemuliannya, guru rela mengabdikan diri di desa terpencil sekalipun. Dengan segala kekurangan yang ada guru berusaha membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia yang berguna bagi nusa dan bangsanya di kemudian hari.

Menjadi guru berdasarkan tuntutan hati nurani tidaklah semua orang dapat melakukannya, karena harus merelakan sebagian besar dari seluruh hidup dan kehidupannya mengabdikan kepada Negara dan bangsa guna mendidik anak didik menjadi manusia susila yang cakap, demokratis, dan bertanggung jawab atas pembangunan dirinya dan pembangunan bangsa dan Negara.

Menjadi guru juga harus mempunyai persyaratan seperti ini:

1. Takwa kepada Allah swt.

Guru, sesuai dengan tujuan ilmu pendidikan Islam, tidak mungkin mendidik anak didik untuk bertaqwa kepada Allah, jika ia sendiri tidak bertaqwa kepada–Nya.

2. Berilmu

Ijazah bukan semata – mata secarik kertas, tetapi suatu bukti, bahwa pemiliknya telah mempunyai ilmu pengetahuan dan kesanggupan tertentu yang diperlukannya untuk suatu jabatan. Guru pun harus mempunyai ijazah untuk diperbolehkan mengajar.

3. Sehat Jasmani

Kesehatan jasmani keraplah dijadikan salah satu syarat bagi mereka yang melamar untuk menjadi guru. Guru yang mengidap penyakit menular, umpamanya, sangat membahayakan kesehatan anak didik.

4. Berkelakuakan Baik

Budi pekerti guru penting dalam pendidikan watak anak didk. Guru harus menjadi teladan, karena anak–anak bersifat suka meniru.

C. Tanggung Jawab Guru

Guru adalah orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan anak didik. Pribadi susila yang cakap adalah yang diharapkan ada pada diri setiap anak didik. Karena profesi seorang guru adalah berdasarkan panggilan jiwa, maka bila guru melihat anak didiknya senang berkelahi guru akan merasa sakit hati.

Menjadi tanggung jawab guru untuk memberikan sejumlah norma itu kepada anak didik agar tahu mana perbuatan yang susila dan asusila, mana perbuiatan yang bermoral dan anmoral. Semua norma itu tidak mesti harus guru berikan ketika di kelas, di luar kelas dan perbuatan. Pendidikan dilakukan tidak semata–mata denagn perkataan, tetapi dengan sikap, tingkah laku dan perbuatan.

Anak didik lebih banyak menilai apa yang guru tampilkan dalam pergaulan di sekolah dan di masyarakat dari pada apa yang guru katakana, tetapi baik perkataan maupun apa yang guru tampilkan, keduanya menjadi penilaian anak didik.

D. Tugas Guru

Guru adalah figur seorang pemimpin. Guru adalah sosok arsitektur yang dapat membentuk jiwa dan watak anak didik. Guru mempunyai kekuasaan untuk membentuk dan membangun kepribadian anak didik menjadi seorang yang berguna bagi agama, nusa, dan bangsa. Guru bertugas mempersiapkan manusia susila yang cakap yang dapat dihapkan membangun dirinya dan membangun bangsa dan bernegara.

Guru harus dapat menempatkan diri sebagai orang tua kedua, denagn mengban tugas yang dipercayakan orang tua kandung/wali anak didik dalam jangka waktu tertentu. Di bidang kemasyarakatan merupakan tugas guru ya g juga tidak kalah pentingnya. Pada bidang ini guru mempunyai tugas mendidik dan mengajar masyarakat untuk menjadi warga Negara Indonesia yang bermoral Pancasila. Memang tidak dapat dipungkiri bila guru mendidik anak didik sama halnya guru mencerdaskan bangsa Indonesia.

E. Kepribadian Guru

Setiap guru mempunyai pribadi masing–masing sesuai ciri– iri pribadi yang mereka miliki. Ciri inilah yang membedakan seorang guru dari guru yang lainnya. Kepribadian adalah keseluruhan dari individu yang terdiri dari unsure ppsikis dan fisik. Jadi, tidak seorang guru pun yang dapat menjadi seorang guru yang sejati (mulia) kecuali bila dia menjadikan dirinya sebagaibagian dari anak didik yang berusaha untuk memahami semua anak didik dan kata–katanya. Guru yang dapat memahami kesulitan anak didik dalam hal ini belajar dan keulitan lainnya di luar masalah belajar, yang bisa menghambatt aktivitas belajar anak didik, maka guru tersebut akan disenagi anak didik.

Guru adalah mitra anak didik dalam kebaikan. Guru yang baik, anak didik pn menjadi baik. Tidak ada seorang guru yang bermaksud menjerumuskan anak didiknya ke lembah kenistaan. Karena kemuliaan guru, berbagai gelar pun disandangnya. Guru adalah pahlawan tanpa pamrih, pahlawan tanpa tanda jasa, pahlawan ilmu, pahlawan kebaikan, pahlawan pendidikan, makhluk seba bisa, atau denagn julukan yang lain interpreter, artis, kawan, warga Negara yang baik, pembangun manusia, pembawa kultur, pioner, reformer dan terpercaya.

Guru denagn kemuliannya, dalam menjalankan tugas, tidak mengenal lelah. Posisi guru dan anak didik boleh berbeda, tetapi keduanya tetap seiring dan setujuan, bukan seiring tapi tidak setujuan.

F. Peranan Guru

Banyak peranan yang diperlukan dari guru sebagai pendidik, atau siapa saja yang telah menerjunkan diri menjadi guru.

1. Korektor

Sebagai korektor, guru harus bisa membedakan mana nilai yang baik dan mana nilai yang buruk.

2. Inspirator

Sebagai inspirator, guru harus dapat memberikan ilmu baik bagi kemajuan belajar anak didik. Persoalan belajar adalah masalah utama anak didik.

3. Informator

Sebagai informatory, guru harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, selain sejumlah bahan pelajaran untk setiap mata pelajaran yang telah diprogramkan dalam kurikulum.

4. Organisator

Sebagai organisator, adalah sisi lain dari peranan yang diperlukan dari guru. Dalam bidang ini guru memiliki kegiatan pengelolaan kegiatan akademik, menyusun tata tertib sekolah, menyusun kalender akademik dan sebagainya.

5. Motivator

Sebagai motivator, guru hendaknya dapat mendorong anak didik agar bergairah dan aktif belajar. Dalam upaya memberikan motivasi, guru dapat menganalisis motif–motif yang melatarbelakangi anak didik malas belajar dan menurun prestasinya di sekolah.

6. Inisiator

Dalam peranannya sebagai inisiator, guru harus dapat menjadi pencetus ide–ide kemajuan dalam pendidikan dan pengajaran.

7. Fasilitator

Sebagai fasilitator, guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memungkinkan kemudahan belajar anak didik.

8. Pembimbing

Peranan guru tidak kalah pentingnya dari semua peran yang telah disebutkan di atas, adalah sebagai pembimbing.

9. Demonstrasor

Dalam interaksi edukatif, tidak semua bahan pelajaran dapat anak didik pahami. Apalagi anak didik yang memiliki intelegensi yang sedang. Guru harus berusaha dengan membantunya dengan cara memperagakan apa yangdiajarkan secara praktis.

10. Pengelola Kelas

Sebagai pengelola kelas, guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik, karena kelas adalah tempat berhimpun semua anak didik dan guru dalam rangka menerima bahan pelajaran dari guru.

11. Mediator

Sebagai mediator, guru hendaknya memilki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidkan dalm berbagai bentuk dan jenisnya, karena media nonmaterial maupun materiil.

12. Supervisor

Sebagai supervisor, guru hendaknya dapat membantu , memperhatikan, dana menilai secara kritis terhadap proses pengajaran.

13. Evaluator

Sebagai evaluator, guru dituntut untuk menjadi seorang evaluator yang baik dan jujur, dengan memberikan penilaian yang menyeluruh aspek ekstrinsik dan intrinsic.

G. Kode Etik Guru

Etika adalah tata susila yang berhubungan denagn kesusilaan dalam mengerjakan suatu pekerjaan. Karena itu guru sebagai tenaga professional perlu memiliki “kode etik guru”s dan menjadikannya sebagai pedoman yang mengatur pekerjaan guru selama dalam pengabdian.

BAB V

KEDUDUKAN ANAK DIDIK

A. Anak Didik sebagai Pokok Persoalan

Anak didik adalah setiap oaring yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Sebagai pokok persoalan, anak didik memiliki kedudukan yang menempati posisi yang menentukan dalam sebuah interaksi. Guru tidak mempunyai arti apa–apa tanpa kehadiran anak didik sebagai subjek pembinaan. Jadi, anak didik adalah “kunci“ yang menentukan untuk terjadinya interaksi edukatif.

Guru perlu memahami karakteristik anak didik sehingga mudah melaksanakan interaksi edukatif. Kegagalan menciptakan interaksi edukatif yang kondusif, berpangkal dari kedangkalan pemahaman guru terhadap karakteristik anak didik sebagai individu.

B. Pembawaan dan Lingkungan Anak Didik

Sesungguhnya situasi interaksi edukatif tidak bisa terlepas dari pengaruh latar belakang kehidupan anak didik. Untuk itulah pembawaan dan lingkungan anak didik perlu dibicarakan untuk mendapatkan gambaran mengenai factor–factor yang mempengaruhi anak didik sebelum ia masuk lembaga pendidikan formal.

Perkembangan dan kematangan jiwa seseorang anak dipengaruhi oleh factor pembawaan dan lingkungan. Lingkungan dapat dijadikan tempat untuk kematangan jiwa seseorang.

C. Perbedaan Individual Anak Didik

Persoala perbedaan individu anak didik perlu mendapat perhatian dari guru, sehubungan dengan pengelolaan pengajaran agar dapat berjalan secara kondusif. Karena banyaknya perbedaan individual anak didik, maka dalam pembahasan ini akan diklasifikasikan menjadi tiga aspek:

1. Perbedaan Biologis

Di dunia ini tidak ada seorang pun yang memiliki jasmani yang persis sama, meskipun dalam satu keturunan. Anak kemabar dari satu seel telur pun memiliki jasmani yang berlainan.

Aspek biologis ini tidak bisa dianggap sebagai yang tidak penting. Hal ini berkait dengan masalah pembangunan gedung sekola dan lainnya.

2. Perbedaan Intelektual

Inteligensi merupakan salah satu aspek yang selalu actual untuk dibicarakan dalam dunia pendidikan. Keaktualan itu dikarenakan inteligensi adalah unsure yang ikut mempengaruhi keberhasilan belajar anak didik.

Jadi, dapat dipahami bahwa inteligensi adalah kemampuan untuk memahami dan beradaptasi dengan situasi yang baru dengan cepat dan efektif, kemampuan untuk menggunakan konsep yang abstrak secara efektif, dan kemampuan untuk memahami hubungan dan mempelajarinya dengan cepat.

3. Perbedaan Psikologis

Di sekolah perbedaan psikologis tidak dapat dihindari, disebabkan pembawaan dan lingkungan anak didik yang berlainan antara yang satu denagn yang lainnya. Dengan pengelolaan pengajaran, aspek psikologis sering menjadi ajang persoalan, terutama yang menyangkut masalah minat dan perhatian anak didik, entah karena gaya penyampaian guru yang kurang tepat atau karena anak didik yang kurang memperhatikan.

Betapa kompleksnya permasalahan psikologis anak didik ini menambah beban tugas guru menjadi lebih ekstra hati–hati. Perbedaan demi perbedaan dalam masalah psikologis anak didik sebaiknya guru pahami sehingga dapat dimanfaatkan untuk melakukan pendekatan yang akurat terhadap anak didik. Pemahaman terhadap perbedaan psikologis anak didik merupakan strategi yang ampuh untuk mendukung keberhasilan kegiatan interaksi edukatif.

BAB VI

ANALISIS MODEL INTERAKSI EDUKATIF

Interaksi edukatif adalah sebuah interaksi belajar mengajar yaitu, sebuah proses interaksi yang menghimpin sejumlah nilai (norma) yang merupakan substansi, sebagai medium antara guru dengan anak didik dalam rangka mencapai tujuan.

Banyak kegiatan yang harus guru lakukan dalam interaksi edukatif, di antaranya memahami prinsip – prinsip interaksi edukatif, menyiapkan bahan ajar dan sumber belajar, memilih metode, alat dan alat bantu pengajaran, memilih pedekatan, dan mengadakan evaluasi setelah akhir kegiatan pengajaran.

Semua kegiatan yang dilakukan guru harus didekati dengan pendekatan system. Sebab pengajaran adalah suatu system yang melibatkan sejumlah komponen pengajaran. Tidak ada satu pun dari komponen itu dapat guru abaikan dalam perencanan pengajaran, karena semuanya saling terakait dan saling menunjang dalam rangka pencapainan tujuan pengajaran.

A. Prinsip–prinsip Interaksi Edukatif

Interaksi edukatif adalah sebuah interaksi yang tidak pernak sepi dengan yang namanya masalah. Perencanaan yang dianggap selesai dan baik, ternyata dalam pelaksanaanya terkadang ditemui masalah yang tak terduga sebelumnya. Dalam rangka menjangkau dan memahami sebagian besar kebutuhan anak didik, di kembangkan beberapa prinsip dalam interaksi edukatif. Prinsip – prinsip tersebut adalah :

1. Prinsip Motivasi

Dalam interaksi edukatif tidak semua anak didik memotivasi untuk bidang studi tertentu. Motivasi anak didik untuk menerima pelajaran tertentu berbeda–beda, ada anak didik yang memiliki motivasi tinggi, ada yang sedang dan juga yang sedikit sekali memiliki motivasi.

2. Prinsip Berangkat dari Persepsi yang dimiliki

Setiap anak didik yang hadir di kelas memiliki latar belakang pengalaman dan pengetahuan yang berbeda. Menyadari akan hal ini guru dapat memanfaatkannya guna kepentingan pengajaran.

Guru jangan menyalahkan anak didik yang tidak dapat menguasai bahan pelajaran. Dan jangan pula mengatakan nak didik bodoh atau memarahinya. Bila ingin bahan pelajaran mudah dikuasai oleh sebagian atau seluruh anak didik, guru harus memperhatikan bahan apersepsi yang di bawa anak didik dari lingkunagn kehidupan mereka.

3. Prinsip Mengarah kepada Titik Pusat Perhatian Tertentu atau Fokus Tertentu

Pelajaran yang direncanakan dalam suatau bentuk atau pola tertentu akan mampu mengaitkan bagian–bagian yang terpisa dalam suatu pelajaran.

4. Prinsip Keterpaduan

Salah satu sumbangan guru untuk membantu anak didik dalam upaya mengorganisasikan perolehan belajar adalah penjelasan yang mengaitkan anatara pokok bahasan dengan pokok–pokok bahasan yang lain dalam mata pelajaran yang berbeda.

5. Prinsip Pemecahan Masalah yang Dihadapi

Masalah perlu pemecahan, bukan dihindari. Menghindari masalah sama hanya tidak mau membina diri untuk tersiasa memecahkan masalah. Namun begitu, masalah jangan dicari. Mencari masalah sama halnya mengundang masalah.

6. Prinsip Mencari, Menemukan, dan Mengembangkan Sendiri

Anak didik sebagai individu pada hakikatnya mempinyai potensi intuk mencari dan mengembangkan dirinya. Lingkunganlah yang harus diciptakan untuk menunjang potensi anak didik tersebut.

Kepercayaan anak didik untuk selalu mencari dan menemukan sendiri informasi adalah pintu gerbang kea rah CBSA, yaitu konsep belajar mandiri yang ditak perlu dirisaukan dan ditentang.

7. Prinsip Belajar Sambil Bekerja

Belajar secara verbal terkadang kurang membawa hasil bagi anak didik. Karena itulah dikembangkan konsep belajar secara realistis, anak belajar sambil bekerja.

8. Prinsip Hubungan Sosial

Dalam belajar tidak selamanya anak didik harus seorang diri, tetapi sewaktu–waktu anak didik harus juga bersama dalam kelompok. Konsepsi belajar abanak didik ini dimaksudkan untuk mendidik anak didik terbiasa bekerja sama dengan kebaikan.

9. Prinsip Perbedaan Individual

Sudut pandang untuk melihat perbedaan itu dari aspek perbedaan anak didik yaitu dari segi biologis, intelektual, dan psikologis. Semua perbedaan itu memudahkan guru melakukan pendekatan edukatif kepada setiap anak didik.

Kegagalan guru menuntaskan penguasaan anak didik terhadap bahan pelajaran yang diberikan, salah satunya disebabkan karena guru gagal memahami sifat anak didik secara individual.

B. Tahap – Tahap Interaksi Edukatif

Mengidentifikasi tugas mengajar guru yang bersifat suksesiif menjadi tiga tahap yaitu:

1. Tahap Sebelum Pengajaran

Dalam tahap ini guru harus menyusun program tahunan pelaksanaan kurikulum, program semester atau catur wulan (cawu), program satuan pelajaran (satpel), dan perencanaan program pengajaran. Dalam merencanakan program – program tersebut di atas perlu dipertimbangkan aspek–aspek :

a. Bekal Bawaan Anak Didik

Bekal bawaan anak didik sebagai bahan apersepsi anak didik perlu guru perhatikan.

b. Perumusan Tujuan Pembelajaran

Prumusan tujuan pembelajaran mutlah guru lakukan. Tujuan pembelajaran memberikan arah yang jelas ke mana kegiatan interaksi edukatif akan dibawa.

c. Pemilihan Metode

Metode adalah cara atau siasat yang dipergunakan dalam pengajaran. Peranan metode ini akan nyata apabila guru menggunakan metode yang sesuai dengan tingkat kemampuan yang hendak dicapai oleh tujuan pembelajaran.

d. Pemilihan Pengalaman–Pengalaman Belajar

Pengalaman belajar apa yang harus diberikan kepada anak didik, adalah suatu hal yang perlu mendapat perhatian guru. Penampilan guru dari ujung rambut sampai ujung kaki akan menjadi abjek perhatian anak didik. Pakaian yang guru kenakan tidak rapi, perkataan yang sembrono, sikap guru yang kekanak–kanakan memberikan kesan kepada anak didik sebagai figure yang tidak pantas untuk ditampilkan.

e. Pemilihan Bahan dan Peralatan Belajar

Bahan adalah isi atau materi yang akan disampaikan kepada anak didik dalam interaksi edukatif. Bahan yang akan diberikan kepada anak didik harus diseleksi. Bahan pelajaran yang dipilih guru biasanya berasal dari buku paket dan tamabahannya dari buku penunjang.

f. Mempertimbangkan Jumlah dan Karakteristik Anak Didik

Jumlah anak didik di kelas akan mempengaruhi suasana kelas. Di kelas, anak didik memiliki karakteristik yang berbeda.

g. Memperhatikan Jumlah Jam Pelajaran yang Tersedia

Jumlah jam pelajaran untuk setiap mata pelajaran ada yang sama, ada juga yang berbeda. Masalah waktu ini akan berhubungan dengan kedisiplinan dalam mengajar. Kelebihan pemakaian waktu mengajar bearti tidak disiplin dan merugikan guru lain yang akan mengajar pada jam berikutnya.

h. Mempertimbangkan Pola Pengelompokan

Dalam kegiatan interaksi edukatif, tidak selamanya anak didik belajar sendiri–sendiri. Anak didik perlu juga dibagi ke dalam beberapa kelompok belajar.

i. Mempertimbangkan Prinsip–Prinsip Belajar

Belajar adalah berubah. Perubahan dalam belajar adalah disadari setelah berakhirnya kegiatan belajar. Agar perubahan itu tercapai, ada beberapa prinsip belajar yang patut diperhatikan, seperti motivasi, pemusatan perhatian dan pemanfaatan hasil belajar.

2. Tahap Pengajaran

Dalam tahap ini berlangsung interaksi anatara guru dengan anak didik. Anak didik dengan ank didik, anak didik dalam kelompok atau ank didik secara individual. Guru denagn tugas dan tanggung jawabnya dan anak didik juga dengan tugas dan tanggung jawabnya. Demikian juga dengan peranan mereka. Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan:

a. Pengelolaan dan Pengendalian Kelas

Salah satu pengajaran yang baik ditentukan oleh pengelolaan dan pengendalian kelas yang baik. Indicator kelas yang kondusif dibuktikan dibuktikan denagn giat dan asiknya anak didik belajar dengan penuh perhatian mendengarkan penjelasan guru yang sedang memberikan bahan pelajaran.

b. Penyampaina Informasi

Awal terjadinya komunikasi antara guru dan anak didik doi kelas adalah diawali dengan penyampaian informasi dari guru kepada anak didik. Informasi yang disampaikan itu bukan hanya yang menyangkut masalah lainnya seperti memberikan petunjuk, pengarahan, dan apersepsi yang bervariasi.

c. Penggunaan Tingkah Laku Verbal dan Nonverbal

Apa pun yang guru lakukan di kelas pasti akan terkait denag masalah tingkah laku verbal dan nonverbal. Gaya–gaya guru dalam mengajar merupakan gabungan dari kedua tingkah laku tersebut. Dalam menyampaikan bahan pelajaran kepada anak didik sebaiknya guru tidak duduk berlama – lama di kursi.

d. Meransang Tanggapan Balik dari Anak Didik

Mengajar yang gagal adalah mengajara yang tidak mendapatkan tanggapan dari anak didik sedikitpun. Tidak ada artinya guru hadir di kelas bila hanya berdiri dan duduk di kursi. Indicator adanya tanggapan dari ank didik adalah ketika guru menyamoaikan bahan pelajaran, ketika itu juga anak didik memberikan perhatian dan tanggapan atas tugas yang diberikan untuk dikerjakan.

e. Mempertimbangakan Prinsip–prinsip Belajar

Kegiatan interaksi edukatif bukan hanya kegiatan fisik yang dapat dilihat, tetapi juga kegiatan psikologis anak didik. Karena itu, dalam mengajar guru tudak terlalu dituntut memperhatikan gerak fisik anak didik, tetapi sangan diharapkan mempertimbangkan prinsip – prinsip belajar anak didik.

f. Mendiagnosis Kesulitan Belajar

Kegiatan interaksi edukatif tidak selamya berjalan mulus. Guru denagn cepat tanggap terhadap sikap anak didik dan cepat mengambil keputusan denagn mengdianosis anak tersebut.

g. Mempertimbangkan Perbedaan Individual

Dalam kelas dengan jumlah anak didik yang banyak cenderung heterogen. Hal inilah yang tidak mungkin guru lupakan begitu saja. Pertimbangan dari segi ini harus dilakukan untuk lepentingan pengajaran.

h. Mengevaluasi Kegiatan Interaksi

Interaaksi anatara guru dan anak didik bervariasi. Ada interaksi satu arah, ada interaksi dua arah.

3. Tahap Sesudah Pengajaran

Tahap ini merupakan kegiatan setelah pertemuan tatap muka denga anak didik. Beberapa perbuatan yang tampak sesudah mengajar:

a. Menilai Pekerjaan Anak Didik

Penilaina adalah kegiatan yang tidak bisa dipisahkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan guru sesudah pengajaran.

b. Menilai Pengajaran Guru

Pekerjaan guru pun juga hars dinilai oleh guru sendiri.di sini kejujuran dituntut dari seorang guru.

c. Membuat Perencaan untuk Pertemuan Berikutnya

Membuat perencanaan pengajaran tidak semua guru tetapi harus ada bahan pijakan yang dijadikan sebagai patokan.

C. CBSA dalam Interaksi Edukatif

Cara belajar siswa aktif (CBSA) bukan disiplin ilmu atau teori, melainkan merupakan cara teknik atau dengan kata lain disebut teknologi.

Sebagai konsep, CBSA adalah suatu proses kegiatan interaksi edukatif yang subjeknya adalah anak didik yang terlibat secara intelektual dan emosional, sehingga ia betul–betul berperan dan berpartisipasi aktif dalam melakukan kegiatan belajar.

Jadi yang dimaksud CBSA adalah salah satu strategi interaksi edukatif yang menuntut keaktifan dan partisipasi anak didik seoptimal mungkin, sehingga anak didik mampu mengubah tingkah lakunya secara lebih efektif dan efisien.

1. Penerapan CBSA salam Interaksi Edukatif

Kesiapan guru dalam mengajar akan terlihat dalam perencanaan yang guru buat. CBSA diharapkan ditetapkan dalam kegiatan interaksi edukatif garus tercermin dalam perencaan dalam wujud satian pelajaran. Kegiatan belajar anak didik di kelas harus tak bertentangan dengan beberapa prinsip yang bermuatan satuan upaya untuk mengaktifkan anak didik dalam belajar.

2. Derajat Aktivitas Belajar yang Optimal

Berdasarkan kategori aktivitas belajar di atas dapat dikembangkan beberapa karakteristik pembelajaran yang dapat meninjang tercapainya aktivitas mental.

3. Indicator CBSA

Indicator CBSA akan dilihat dari lima kompone, yaitu aktivitas belajar anak didik, aktivitas guru, program belajar anak didik, situasi belajar, dan sarana belajar.

4. Indicator Keberhasilan Belajar

Mengingat hasil belajar yang diharapkan dimiliki anak didik berupa kemampuan–kemampuan seperti tersirat dalam tujuan pembelajaran, maka keberhasilan CBSA harus diukur dari ketercapaian tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.

D. Pola Pelaksaan Keterampilan Proses dan CBSA

1. Pelaksanaan Keterampilan Proses

Keterampilan proses adalah suatu pendekatan dalam proses interaksi edukatif. Keterampilan proses bertujuan untuk menguasai rangkaian bentuk kegiatan yang berhubungan denagn hasil belajar. Rangkaian bentuk Rangkaian bentuk yang dimaksud adalah kegiatan mengamati, menggolongkan, menafsirkan, meramalkan, menerapkan, merencanakan penelitian, dan mengkomunikasikan.

2. Pelaksanaan Cara Belajar Siswa Aktif

CBSA adalah suatu system pengajaran yang lebih banyak mengikutsertakan, melibatkan anak didik untuk lebih berperan serta dalam proses pengajaran.

E. Keberhasilan Interaksi Edukatif

1. Pengertian

Suatu proses interaksi edukatif tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila hasilnya memenuhi tujuan pembelajaran khusus bahan tersebut.

2. Indicator

Yang menjadi petunjuk, bahwa suatu proses belajar itu dianggap berhasil yaitu:

a. Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkanmencapai prestasi tertinggi.

b. Perilaku yang digariskan dalam tujuan pembelajaran khusus telah di capai oleh anak didik.

3. Penilaian Keberhasilan

Keberhasilan interaksi edukatif biasanya diukur dengan tes prestasi (hasil belajar).

4. Tingkat Keberhasilan.

Setiap interaksi edukatif selalu menghasilkan prestasi belajar. Masalah yang dihadapi adalah sampai di tingkat mana prestasi belajar yang telah dicapai.

5. Program Perbaikan

Taraf atau tingkat keberhasilan proses interaksi edukatif dapat dimanfaatkan untuk berbagai upaya. Salah satunya berhubungan dengan perbaikan proses interaksi edukatif itu sendiri yang anatara lain: apakah proses interaksi edukatif diperbailai berikut pokok bahasan baru, mengulang seluruh pokok bahasan yang baru saja diajarkan.

BAB VII

BEBERAPA KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR

Kedudukan guru mempunyai arti penting dalam pendidikan. Arti penting itu bertolak belakang dari tugas dan tanggunga jawab guru yang cukup berat untuk mencerdaskan anak didiknya. Beberapa keterampilan dasar mengajar yang harus dikuasai oleh guru adalah sebagai berikut:

1. Keterampilan Memberi Penguatan (reinforment)

Dalam kehidupan sehari – hari kitamengenal adanya “hadiah“. Pemberian hadiah tersebut secara psikologis akan berpengaruh terhadap tingkah laku seseorang yang menerimanya. Demikian juga halnya dengan hukuman yang diberikan seseorang karena telah mencuri, menyontek, tidak mengerjakan tugas dan dating terlambat.

Baik pemberian hadiah maupun pemberian hukuman merupakan respon seseorang kepada orang lain karena perbuatannya. Pemberian respon yang demikannlah yang dalam proses interaksi edukatif disebut “pemberian penguatan”, karena hal tersebut akan membantu sekali dalam tingkah laku siswa. Dengan kata lain, penguatan tingkah laku siswa dapat dilakukan dengan pemberian penguatan.

1. Penggunaan di dalam kelas

Tujuan penggunaan keterampilan di dalam kelas adalah untuk meningkatkan perhatian siswa dan membantu siswa belajar bila pemberian penguatan digunakan scara selektif.

2. Aplikasi

Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian penguatan ialah guru harus yakin, bahwa siswa akan menghargainya dan menyadari akan respon yang diberikan guru.

3. Pola Penguatan

Pola dasar pemberian penguatan adalah pola kesinambungan dan pola sebagian – sebagian. Pola yang dilakukan seratus persen dibutuhkan bagi tingkah laku kelas tertentu.

4. Komponen Pemberian Penguatan

Dalam pemberian penguatan perlu dipertimbangkan apakah untuk siswa SLTP atau SLTA, variasi siswa dalam kelas kelompok usia tertentu.

5. Model Penggunaan

a. Penguatan Seluruh Kelompok

Pemberian penguatan kepada seluruh anggota kelompok dalam kelas dapat dilakukan secara terus menerus.

b. Penguatan yang ditunda

Pemberian penguatan dengan menggunakan komponen yang mana pun, sebaiknya sesegera mungkin diberikan kepada siswa setelah melakukan suatu respon.

c. Penggunaan partial

Penguatan partial sama dengan pengutan sebagian –sebagian atau tidak bersenimbungan, diberi kepada siswa untuk sebagian dari responnya.

d. Penguatan perorangan

Penguatan perorangan merupakan pemberian penguatan secara khusus.

6. Prinsip Penggunaan

Empat prinsip yang harus diperhatikan guru dalam memberikan penguatan kepada siswa:

a. Hangat dan Antusias

Kehangatan dan keantusiasan guru dalam pemberian penguatan kepada siswa memiliki asapek penting terhadap tingkah laku dan hasil belajar siswa.

b. Hindari Penggunaan Penguatan Negatif

Walaupun pemberian kritik atau hukuman adalah efektif untuk dapat mengubah motivasi, penampilan, dan tingkah laku siswa, namun pemberian itu memiliki akaibat yang sangat kompleks, dan secara psikologis agak controversial, karena itu sebaiknya dihindari.

c. Penggunaan Bervariasi

Pemberian penguatan seharusnya diberikan secara bervariasi baik komponenya maupun caranya.

d. Bermakna

Agar setiap pemberian pengutan menjadi efektif, maka harus dilakukan pada situasi di mana siswa mengetahui adanya hubungan antara pemberian penguatan terhadap tingkah lakunya dan melihat, bahwa itu sangat bermanfaat.

2. Keterampilan Bertanya

Bagaimanapin tujuan pendidikan, secara universal guru akan selalu menggunakan keterampilan bertanya kepada siswanya. Anggaplah belajar adalah berhubungan dengan kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk berpartisipasi secara aktif dalam percakapan di kelas.

Anggapan belajar adalah berhubungan dengan kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk berpartisipasi secara aktif dalam percakapan dikelas, maka cara mendistribusikan perhatiaan ataupun pertanyaan adalah hal yang penting.

1. Penggunaan Keterampilan Bertanya Dasar

a. Tujuan

b. Penyusunan kata – kata

c. Stuktur

d. Pemusatan

e. Pilihan Gilir

f. Distribusi

g. Pemberian Waktu

h. Hangat dan Antusias

i. Prompting

j. Pengubahan Tuntutan Tingkat Kognitif

k. Hal-hal yang Perlu Dihindari

2. Keterampilan Bertanya Lanjut

a. Penggunaan dalam Kelas

b. Variasi Taksonomi

c. Peryanyaan Melacak

d. Pemberian Waktu

e. Meningkatkan Interaksi Antara Siswa

3. Keterampilan Variasi

Pada dasarnya semua orang tidak menghendaki kebosanan dalam hidupnya. Demikian juga dengan proses belajar mengajar bila guru dalam proses belajar mengajar tidak menggunakan variasi, maka akan membosankan siswa, perhatian siswa berkurang, memngantuk, akibatnya tujuan belajar tidak tercapai.

Keterampilan belajar mengadakan variasi dalam proses belajar mengajar akan meliputi tiga aspek, yaitu:

1. Variasi dalam gaya mengajar,

2. Variasi dalam menggunakan media dan bahan pengajaran, serta

3. Variasi dalam interaksi anatara guru dengan siswa.

Keterampilan mengadakan variasi ini lebih luas penggunanan dari pada keterampilan lainnya, karena merupakan keterampilan campuran atau integrasi dengan keterampilan yang lain.

1. Penggunaan dalam kelas

a. Tujuan

b. prinsip Penggunaan

2. Komponen variasi

a. Variasi Gaya Mengajar

b. Variasi Media dan Bahan Ajaran

c. Variasi Interaksi

4. Keterampilan Menjelaskan

Guru menggunakan istilah menjelaskan untuk penyajian lisan di dalam interaksi edukatif. Dalam kehidupan sehari-hari istilah menjelaskan diartikan sama dengan menceritakan. Keberhasilan guru menjelaskan ditentukan oleh tingkat pemahaman yang ditentukan anak didik.

a. Tujuan Memberikan Penjelasan

b. Alas an Perlunya Guru Menguasai Keterampilan Menjelaskan

c. Pengunaan Dalam Kelas

d. Komponen Keterampilan Menjelaskan

5. Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran

Guru sangat memerlukan keterampilan membuka dan menutup pelajaran. Keterampilan membukaadalah perbuatan guru untuk menciptakan dan menimbulkan perhatian anak didik agar terpusat pada yang akan dipelajari.

Usaha menutup pelajaran dimaksudkan untuk memberikan gambaran menyelruh tentang apa yang telah dipelajarai anak didik, mengetahui tingkat pencapaian anak didik dan tingkat keberhasilan guru dalam proses interaksi edukatif.

1. Penggunakan dalam Kelas

a. Tujuan

b. Prinsip-prinsip Penggunaan

2. Komponen Keterampilan

a. Keterampilan Membuka Pelajaran

b. Keterampilan Menutup Pelajaran

6. Keterampilan Mengelola Kelas

Pengelolaan kelas adalah keterampilan guru menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses interaksi edukatif.

Masalah mengajar adalah usaha membantu anak didik dalam mencapai tujuan khusus pengajaran secara langsung.

1. Pengertian

Telah disinggung tidak ada satu pun pendekatan yang dkatakan paling baik. Ada beberapa pendekatan, sebagai berikut:

a. Pendekatan kekuasaan

b. Pendekatan ancaman

c. Pendekatan kebebasan

d. Pendekatan resep

e. Pendekatan pengajaran

f. Pendekatan pengubahan tingkah laku

g. Pendekatan sosioemosional

h. Pendekatan proses kelompok

i. Pendekatan pluralistic

2. Tujuan

Semua komponen keterampilan mengelola kelas mempunya tujuan yang baik untuk anak didik maupun guru, yaitu:

a. Untuk Anak Didik

b. Untuk Guru

3. Prinsip Penggunaan

a. Hangat dan Antusias

b. Tantangan

c. Bervariasi

d. Keluwesan

e. Pendekatan pada hala-hal yang positif

f. Peranan disiplin diri

4. Komponen Keterampilan

a. Keterampilan yang Berhubungan dengan Penciptaan dan Pemeliharaan Kondisi Belajar yang optimal (bersifat Preventif).

b. Keterampilan yang Berhubungan dengan Pengembangan Kondisi Belajar yang Optimal

7. Keterampilan Membingan Diskusi Kelompok Kecil

Tidak semua pembicaraan dalam kelompok kecil itu selalu dapat dikatakan diskusi, tetapi yang dimaksud dengan diskusi kelompok kecil disini adalah suatu proses yang teratur yang melibatkan sekelompok individu dalam suatau interaksi tatap muka secara koeratif untuk tujuan membagi informasi, membuat keputusan dan memecahkan masalah. Dari pengertian diatas, diskusi kelompok kecil memiliki empat karakteristik, yaitu:

a. Melibatkan sekelompok individu

b. Melibatkan peserta dalam interaksi tatap muka tidak formal

c. Memiliki tujuan dan bekerja sama

d. Mengikuti aturan

a. Kelebihan dan keterbatasan

a. Kelebihan

b. Keterbatasan

b. Penggunaan dalam kelas

a. Diskusi Harus Dilakukan dalam Suasana Terbuka

b. Perlunya Perencanan

c. Komponen Keterampilan

a. Pemusatan Perhatian

b. Mengklasifikasi Masalah

c. Menganalisis Pendangan Anak Didik

d. Meningkatkan Konstribusi

e. Membagi Partisipasi

f. Menutup Diskusi

g. Hal-hal yang Perlu Dihindari

8. Keterampilan Mengajara Kecil dan Perorangan

a. Rasional

b. Pengertian

c. Penggunaan dalam kelas

Dalam mengajara kelompok kecil dan perorangan, guru bertindak sebagai operator dalam tersebut. Untuk ini ada empat jenis keterampilan yang dilakukan, yaitu:

a. Keterampilan Mengadakan Pendekatan Secara Pribadi

b. Keterampilan Mengorganisasi

c. Keterampilan Membimbinga dan Membantu

d. Keterampilan Kurikulum

BAB VIII

PENGELOLAAN KELAS

A. Makna Pengelolaan Kelas

Pengelolaan kelas adalah proses seleksi dan pengunaan alat-alat yang tepat terhadap problem dan situasi kelas. Ini berarti guru bertugas menciptakan, memperbaiki, dan memelihara system/organisasi kelas. Karena itu, kelas mempunyai peranan dan fungsi tertentu dalam menunjang keberhasilan proses interaksi edukatif. Maka agar memberikan dorongan dan rancangan terhadap anak didik untuk belajar, kelas harus dikelola sebaik-baiknya oleh guru.

Jadi, pengelolaan kelas adalah suatu upaya memberdayakangunakan potensi kelas yang ada seoptimal mungkin untukmendukung proses interaksi edukatif mencapai tujuan pembelajaran.

B. Beberapa Masalah Pengelolaan Kelas

Tingkah laku anak didik bervariasi. Variasi perilaku anak merupakan permasalahan bagi guru dalam upaya pengelolaan kelas. Masalah-masalah pengelolaan kelas yang berhungan dengan perilaku anak didik adalah:

1. Kurang kesatuan

2. Tidak ada standar perilaku dalam bekerja kelompok

3. Reaksi negative terhadap anggota kelompok

4. Kelas mentoleransi kekeliruan- kekeliruan temannya

5. Mudah mereaksi ke hal-hal negative

6. Moral rendah, permusuhan

7. Tidak mampu menyesuaikan denagn lingkunggan yang berubah.

Variasi perilaku anak didik itu bukan tanpa sebab. Falktor-faktor penyebab tersebut:

1. Pengelompokan (pandai, sedang, bodoh), berkelompok akan menjadi sumber negative, penolakan atau apatis.

2. Karakteristik individual

3. Kelompok pandai merasa terhalang oleh teman-temannya yang tidak seperti dia.

4. Dalam latihan diharapkan semua anak didik tenang dan bekerja sepanjang jam pelajaran, kalau ada ainteraksi mungkin akanmerasa cemas.

5. Dari organisasi kirikulum tentang tim teaching, misalnya anak didik pergi dari satu ke guru yang lain dari kelompok satu ke kelompok yang lain.

C. Penataan Ruang Kelas

Menciptakan suasana belajar yang mengairahkan, perlu memperhatikan pengaturan/penataan ruang kelas/belajar. Penyusunan dan pengaturan ruang belajar hendaknya memungkinkan anak didik duduk berkelompok dan memudahkan guru bergerak secara leluasa.

Dalam penataan ruang kelas, pengaturannya bisa berdasarkan tujuan pengajaran, waktu yang tersedia, dan kepentingan pelaksanaan cara belajar siswa aktif.

1. Pengaturan Tempat Duduk

Dalam belajar anak didik memerlukan tempat duduk. Tempat duduk mempengaruhi anak didik dalam belajar.

2. Pengaturan Alat-alat Pengajaran

Diantara alat-alat pengajaran di kelas yang harus diatur adalah sebagai berikut:

a. Perpustakaan Kelas

b. Alat Peraga/media pengajaran

c. Papan Tulis, Kapur Tulis dan lain-lain

d. Papan Presensi Anak Didik

3. Penataan Keindahan dan Kebesihan Kelas

a. Hiasan dinding

b. Penataan lemari

c. Pemeliharaan kebersihan

4. Ventilasi dan Tata Cahaya

D. Pengaturan Anak Didik

Kegiatan interaksi edukatif dengan pendekatan kelompok menghendaji peninjauan pada aspek perbedaan individual anak didik. Pola pengelompokkan anak didik seperti itu bermaksud agar kelas tidak didominasi oleh satu kelompok, tetapi yang terjadi dalam belajar ialah persaingan yang positif.

1. Pembentukan Organisasi

Organisasi-organisasi kelas pada umumnya berbentuk sederhana yang personilnya meliputu ketua kelas, wakil ketua kelas, bendahara, sekretaris, dan beberapa buah seksi sesuai keperluan.

2. Pengelompokan Anak Didik

Dalam upaya melayani kegiatan belajar anak didik yang optimal, mengelompokkan anak didik mempunyai arti penting. Pengelompokkan anak didik bermacam-macam, dari yang sederhana sampai yang kompleks.

BAB IX

PEMILIHAN METODE MENGAJAR DALAM RANGKA

INTRAKSI EDUKATIF

Para ahli mengaap metodologi pengajaran sebagai ilmu bantu yang tidak dapat berdiri sendiri, tetapi berfungsi membantu bidang – bidang lain dalam proses pengajaran. Untuk memilih metode mengajar tidak bisa sembarangan, banyak factor yang mempenggaruhinya dan patut dipertimbangkan.

a. Tujuan dengan berbagai jenis dan fungsinya

b. Anak didik dengan berbagai tingkat kematangannya

c. Situasi dengan berbagai keadaanya

d. Fasilitas dengan berbagai kualitas dan kuantitasnya

e. Pribadi guru serta kemampuan profesinya yang berbeda-beda

Karena banyaknya mata pelajaran maka tujuan untuk setiap mata pelajaran pun berbeda–beda pula. Pemilihan metode yang salah akan mengahambat pencapaian tujuan pembelajaran.

A. Metode Mengajar dan Prinsip-prinsip Belajar

Hubungan metode belajar dengan prisip- prisip belajar sangat erat. Kerelevansian metode mengajar dengan prisip- prisip belajar akan dapat membangkitkan gairah belajar anak didik.

1. Metode Mengajar dan Motivasi

Jika bahan pengajaran disampaikan secara menarik besar kemungkinan motivasi belajar anak didik akan semain meningkat.

2. Metode Mengajar dan Aktivitas Anak Didik

Apabila dalam kegiatan interaksi edukatif terdapat keterlibatan intelel-emosionalisme anak didil, biasanya intensitas keaktifan dan motivasi akan meningkat sehingga tujuanpembelajaran dapat tercapai dengan efektif.

3. Metode Mengajar dan Perbedaan Individual

Guru harus ingat, bahwa setiap anak didik mempuntai bakat yang berlainan dan mempunyai kecepatan belajar yang berbeda. Secaragaris besar setiap anak didik mempunyai tipe tanggapan berbeda.

4. Metode Mengajar dan Umapan Balik

Dalam proses interaksi edukatif diperlukan umpan balik, seperti:

a. Umpan balik tentang kemamapuan perilaku pesertalatihan

b. Umpan balik tentang daya serap

5. Metode Mengajar dan Pengalihan

Pendidikan dan latihan membantu anak didik untuk mengalihkan hasil belajarnya ke dalam situasi-situasi yang nyata. Metode-metode mengajar tertentu seperti ceramah/kuliah dan diskusi kurang menaruh perhatian terhadap pengalihan ini.

6. Metode Mengajar dan Penyusunan Pemahaman yang Logis dan Psikologis

Dalam mengajar diperlukan pemilihan metode yang tepat.

B. Metode Mengajar Berkadar CBSA dan Keterampilan Proses

Sebagai salah satu komponen pengajaran, metode memiliki arti penting dan patut dipertimbangkan dalam rangka pengajaran. Bagi guru perlu mempertimbangkan kadar ke-CBSA-an suatu metode mengajar dan pendekatan yang diperlukan selama pengajaran berlangsung.

Dalam rangka pengajaran, metode alternative yang dapat dipilih guru. Hanya permasalahannya bagaimana kegiatan belajar anak didik yang optimal dan banyak menampilkan segi-segi keterampilan proses.

C. Dasar Perimbangan Pemilihan Metode Mengajar

Ada beberapa factor yang harus dijadikan dasar pertimbangan pemilihan metode mengajar. Dasar pertimbnagan itu bertolah dari factor-faktor:

1. Berpedoman pada Tujuan

2. Perbedaan Individual Anak Didik

3. Kemampuan Guru

4. Sifat Bahan Pelajaran

5. Situasi Kelas

6. Kelengkapan Fasilitas

7. Kelebihan dan Kelemahan Metode

D. Pemilihan Metode Mengajar Berdampak Langsung dan Berdampak Pengiring

Metode mengajara yang digunakan hamper tidak ada yang sia-sia, karena metode tersebut mendapatkan hasil dalam waktu dekat dan dalam waktu yang relative lama.

Dampak pengiring adalah hasil pengajaran yang tidak langsung dapat diukur dan tidak mesti dicapai ketika berakhirnya suatu pertemuan peristiwa interaksi edukatif, tetapi hasilnya diharapkan akan berpengaruh kepada anak didik dan akan mengiring atau menyertai belakangan, memerlukan waktu, dan atau tahapan pertemuan-pertemuan peristiwa interaksi edukatif selanjutnya.

Dalam praktek, todak semua metode digunakan sekaligus pada saat yang sama untuk penyajian materi dan pencapaian tujuan pembelajaran yang berbeda.

E. Macam-Macam Metode Interaksi Edukatif

Pada bagian ini akan dibahas tentang macam–macam metode mengajar, diawali dengan suatu masalah kemudian dibahas berbagai segi yang berhubungan sehingga pemecahannya secara keseluruhan dan bermakna.

1. Metode Proyek

Metode Proyek adalah suatu cara mengajar yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk menggunakan unit-unit kehidupan sehari-hari sebagai bahan pelajarannya.

2. Metode Eksperimen

Metode Eksperimen adalah metode pemberian kesempatan kepada anak didik perorangan atau kelompok, untuk dilatih melakukan suatu proses atau percobaan.

3. Metode Pemberian Tugas dan Resitasi

Metode Pemberian Tugas dan Resitasi adalah suatu persoalan yang menyangkut dengan masalah pelaporan anak didik setelah mereka selesai mengerjakan suatu tugas.

4. Metode Bermain Peran

Metode Bermain Peran adalah suatu cara penguasaan bahan pelajaran melalui pengembangan dan penghayatan anak didik.

5. Metode Sosiodrama

Cara mengajar yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk dapat melakukan kegiatan memainkan suatu peranan tertentu yang terdapat dalam kehidupan masyaraka.

6. Metode Diskusi

Materi yang diberikan dikerjakan oleh anak didik secara bersama–sama dengan kelompok yang sudah dibentuk.

7. Metode Tanya Jawab

Metode ini dilaksanakan dalam memberikan materi dengan menggunakan pertanyaan–pertanyaan yang bertujuan untuk mengembangkan pola pikir anak didik.

8. Metode Latihan

Metode latihan juga sering dikenal dengan nama metode training, yaitu cara mengajar untuk menanamkan kebiasaan–kebiasaan yang baik, serta untuk memperoleh suatu ketangkasan, ketepatan, kesempatan, dan keterampilan.

9. Metode Bercerita

Cara mengajar dengan menyampaikan informasi melalui penuturan atau penjelasan lisan, serta baik guru ataupun anak didik dapat berperan sebagai penutur.

10. Metode Demonstrasi

Suatu metode yang digunakan untuk memperlihatkan sesuatu proses atau cara kerja yang berkenaan dengan bahan pelajaran.

11. Metode Karyawisata

Membawa anak didik kesuatu tempat yang merupakan objek wisata atau tempat sejarah atau pun juga perusahaa –perusahaan yang berhubungan dengan materi pembelajaran

12. Metode Ceramah

Metode ini biasanya dikenal dengan metode kuliah. Materi yang disampaikan berupa ceramah dan anak didik mendengarkan.

BAB X

EVALUASI HASIL INTERAKSI EDUKATIF

A. Makna, Tujuan, dan Fungsi Evaliasi

1. Makna Evaluasi

Evaluasi pada dasarnya adalah memberikan pertimbangan atau harga nilaiberdasarkan criteria tertentu, untuk mendapatkan evaluasi yang menyakinnkan danobjektif dimulai dari informasi kuantitatif dan kualitatif.

Dengan demikian evaluasi adalah suatu tindakan berdasarkan pertimbanngan-pertimbangan yang arif dan bijaksana untuk menentukan nilai sesuatu, baik secarakuantitatif maupun secara kualitatif.

2. Tujuan Evaluasi

Evaluasi adalah suatu kegiatan yang disengaja dan bertujuan. Kegiatan evaluasi dilakukan dengan sadar oleh guru dengan tujuan memperoleh kepastian mengenai keberhasilan belajar anak didik dan memberikan masukan kepada guru mengenai yang dia laukan dalam pengajaran.

3. Fungsi Evaluasi

Evaluasi tidak bisa dipisahkan dari kegiatan pengajaran, maka bagi guru mutlak harus mengetahui dan mengenal fungsi evaluasi. Segingga mudah menerapkan untyk menilai keberhasilan pengajaran.

B. Objek Evaluasi

Objek atau sasaran adalah sesuatu yang memberikan pedoman kepada seseorang untuk menyeleksi kegiatan yang akan dilakukan. Dalam pendidikan, seperangkat alat evaluasi yang dipunyai mutlak memerlukan onjek sebagai sasaran.

C. Jenis-Jenis Evaluasi

1. Evaluasi Formatif

Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan setiapkali selesai mempelajari suatu unit pelajaran tertentu.

2. Evaluasi Subsumatif/Sumatif

Evaluasi Subsumatif adalah penilaian yang dilaksanakan setelah beberapa satuan pelajaran diselesaikan, dilakukan pada perempat atau tengah semester.

3. Evaluasi Kokurikuler

Evaluasi Kokurikuler adalah kegiatan yang dilakukan di luar jam pelajaran yangtelah dijatahkan dalam struktur program.

4. Evaluasi ekstrakulikuler

Evaluasi ekstrakulikuler adalah kegiatan di luarjam pelajaran, yang dilakukan did sekolah ataupun di luar sekolah.

D. Jenis-Jenis Alat Evaluasi

Agar para guru mengetahui, memahami, dan terampil dalam mengadakan penilaian, berikut dibahas secara umum mengenai kedua jenis alat evaluasi.

1. Tes

Tes, terutama digunakan untuk menilai kemampuan siswa yang mencakup pengetahuan dan keterampilan sebagai hasil kegiatan belajar mengajar. Ditinjau dari segi pelaksanaan, tes terdiri dari:

a. Tes tertulis (written test)

b. Tes lisan (oral test)

c. Tes perbuatan (performance test)

2. Nontes

Untuk menilai aspek tingkah laku, jenis nontes lebih sesuai digunakan sebagai alat evaluasi. Seperti menilai aspek sikap, minat, perhatian, karakteristik, dan lainnya. Ditinjau dari segi pelaksanaannya, nontes berupa:

a. Wawancara

b. Pengamatan (observasi)

c. Studi kasus

d. Skala penilaian (rating scale)

e. Inventory

E. Beberapa Syarat Penyusunan Alat Evaluasi

Kevaliditasan alat evaluasi belum tentu dapat menjamin relibilitas data selama penilainnya masih menyimpan subjektivitas. Jadi, persyaratan penyusunan alat evaluasi yaitu:

1. Validitas

Syarat validitas bearti bahwa metode dan alat harus benar – benar meliputi apa yang direncanakan untuk diteliti. Dalam mengevaluasi prestasi di ranah kognitif, sesuai pula dengan tujuan-tujuan instruksional yang ditetapkan, alat evaluasi yang dipakai harus jelas meliputi aspek jenis perilaku dan aspek isi dalam tujuan-tujuan instruksional.

2. Reliabilitas

Reliabilitas menyangkut cirri pada metode dan alat evaluasi untuk menghasilkan gambaran tentang derajat prestasi belajar yang benar-benar dapat dipercaya. Factor yang dapat mengurangi reliabilitas sebuah alat evaluasi.

a. Factor Penilai

b. Factor Materi

c. Factor Pengalaman

F. Penyusunan Soal Tes dan Kaidah Penulisannya

Bagi seorang guru, keahlian dan kecakapan membuat soal merupakan suatu persyaratan mutlak yang harus dimiliki. Dengan soal yang baik dan tepat akan memperoleh gambaran prestasi siswa, demikian pula sebaliknya, soal yang baik tersusun baik dan tepat tidak akan menggambarkan prestasi siswa yang sesungguhnya.

Berikut ini akan diuraikan cara penyusunan soal tes dan kaidah penulisannya, baik jenis tes objektif maupun tes esai.

1. Penyusunan Soal Tes Objektif

Soal tes objektif menuntut anak didik untuk memilih jawaban yang benar di antara kemungkinana jawaban yang telah disediakan atau memberikan jawaban singkat atau melengkapi pertanyaan yang belum sempurna. Soal-soal tes bentuk objektif ini dapat berbentuk:

a. Benar-Salah

b. Pilihan Ganda

2. Penyusunan Soal Tes Bentuk Perbuatan/Tindakan

Soal-soal tes juga dapat berupa tugas-tugas seperti mengerjakan shalat jumat di musala tertentu, mempraktekkan shalat, dan sebagainya.

3. Penyusunan Soal Tes Bentuk Uraian

Soal tes uraian menuntut kemampuan siswa untuk menyusun jawaban dengan kata-kata sendiri dengan menggunakan informasi yang diperoleh dari pengalaman serta pengetahuannya.

4. Pemeriksaan Tes Hasil Belajar (Koreksi)

a. Item Bentuk Objektif

b. Item Bentuk Esai atau Tes Uraian

G. Pengolahan Hasil dan Penafsiran Data

Apa yang dapat dicapai oleh siswa dengan skor mentahnya (dari hasil ulangan), sebetulnya belum mempunyai makna sebelum diolah lebih lanjut. Nilai akhir yang dihitung dengan cara membandingkan antara skor mentah dengan skor standar ini sangat mudah menghitungnya, yakni dengan mencari rasio antara skor mentah dengan skor standar.

H. Acuan Penilaian

Ada dua macam penialain yang dijadikan pegangan, yaitu:

1. Penilaian Acuan Norma (PAN)

Penilaian acuan norma ini dipakai untuk mengetahui hasil belajar anak didik atau dari segi kedudukannya dalam kelompok. Acuan utama yang digunakan dalam menilai prestasi seorang siswa ialah membandingkan dengan prestasi kelompoknya.

2. Penilaian Acuan Patokan (PAP)

Penilaina acuan Patoka adalah suatu penilaian yang lebih ditujukan kepada kemampuan-kemampuan yang telah dicapai siswa sesudah menyelesaikan satu bagian kecil dari suatu keseluruhan program.

I. Pemamfaatan Hasil Penilaian

1. Tes Formatif

Tes formatif adalah suatu tes untuk memantau kemajuan belajar siswa selama proses belajar berlangsung, dan untuk memberikan balikan bagi penyempurnaan program belajar mengajar, serta untuk mengetahui kelemahan-kelemahan yang memerlukan perbaikan, sehingga hasil belajar mengajar menjadi lebih baik.

2. Tes Sumatif

Tes sumatif merupakan penilaian acuan norma. Dengan tujuan untuk menentukan anagka berdasarkan tingkat hasil belajar siswa, yang selanjutnya dipakai sebagai anagka rapor.

3. Tes Penempatan

Peres yang dibuat untuk menentukan samapai di mana siswa telah mencapai tujuan belajar atau memperoleh pengalaman belajar seperti yang telah tercantum dalam program, sebenarnya tidak berbeda dengan tes hasil belajar.

4. Tes Diagnostik

Tes diagnostik merupakan untuk mengetahui kesulitan belajar yang dialami siswa berdasarkan hasil tes formatif sebelumnya.

J. Penilaian Kelakuan, Kerajinan, dan Kerapian

Sebagai bagian akahir dari pembicaraan masalah evaluasi ini, diikutsertakan pula pembahasan masalah penilaian kelakuan, kerajinan, dan kerapian. Ketiga aspek ini ikut menentukan keberhasilan pendidikan. Biasanya hasil penilaian pada tiga aspek ini dicantumkan di dalam buku rapor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar